Senin, 27 Agustus 2012
KELAINAN HEMATOLOGI
ASKEP PADA
ANAK
DENGAN
KELAINAN HEMATOLOGI
A.
Anemia
Anemia merupakan
istilah umum untuk menguraikan penyakit yang berkaitan dengan suatu penurunan
kadar hemoglobin kadar sirkulasi. Anemia dapat timbul sebagai akibat kehilangan
darah, kerusakan eritrosit yang berlebihan, kekurangan sat besi yang disebutkan
sebagai beberapa sebab utama saja
a.
Anemia aplastik
Definisi :
Anemia aplastik dapat
didefinisikan sebagai suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang
yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk
darah dalam sumsum tulang.
Etiologi :
1. Faktor Kongenital
Sindrom fankoni yang
biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti microsepali, strabismus, anomali
jari, kelainan ginjal dan sebagainya
2. Faktor didapat
§
Bahan kimia : Benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb
§
Obat : Cloramfenikol, Mesantoin (anti konvulsan), piribenzamin (anti
histamin), santonin/kalomel, obat sitostatika (mileran, metrotrexate, TEM,
Vincristine, rubidomycine, dsb)
§
Radiasi : Sinar rontgen, radio aktif.
§
Faktor individu : Alergi terhadap obat, bahan kimia dll
§
Infeksi : Tuberculosis milier, hepatitis dab
§
Lain – lain : Keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin.
§
Idiopatik : Merupakan penyebab yang paling sering.
Patofisiologi :
Anemia aplastik
adalah gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan penipisan semua
unsur sumsum. Produksi sel-sel darah menurun atau terhenti. Timbul pansitopenia
dan hiposelularitas sumsum. Manifestasi gejala tergantung beratnya
trombositopenia (gejala pendarahan), neutropenia (infeksi bakteri, demam) dan
anemia (pucat, lelah, gagal jantung kongestif, tachi kardia). Prognosisnya
gawat. 50 % pasien meninggal dalam 6 bulan setelah diagnosis. Prognosis pasien
dengan lebih dari 70 % sel-sel nonhematopoetik adalah buruk.
Insidens :
1. Anemia aplastik dapat timbul pada senbarang
usia
2. 50 % kasus bersifat idiopatik
3. Angka hidup jangka panjang dengan pencangkokan
sumsum tulang dari dnor kompatibel secara histologik mencapai 70 – 90 % pada
anak – anak
4. Angka kejadian anemia aplastik yang didapat
adalah 1 dalam 1 jut, perbandingan penderita laki – laki perempuan adalah 1 :
1, dan dapat terjadi pada sembarang usia
5. Pada 75 % anak dengan anemia Fanconi,
dignosisnya ditegakkan antara umur 3 dan 14 tahun : rasio laki – laki –
perempuan dari anemia Fanconi adalah 1,3 : 1
Manifestasi klinis :
1. Petekia, echimosis, epistaksis (muncul lebih
dulu)
2. Ulserasi oral, infeksi bakteri, demam (muncul
kemudian)
3. Anemia, pucat, lelah, takhicardia (tanda
lanjut)
4. Bercak Café-au-lait, hiperpigmentasi mirip – melanin,
tanpa ibu jari (anemia Fanconi
Komplikasi :
1. Sepsis
2. Sensitisasi terhadap antigen donor yang
bereaksi silang menyebabkan pendarahan yang tidak terkendali.
3. Cangkokan vs penyakit hospes ( timbul setelah
pencangkokan sumsum tilang )
4. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah
tramplantasi sumsum tulang)
5. Leukemia miologen akut-berhubungan dengananemia
fanconi
Uji laboratoriun dan
diagnostik :
1. Hitung darah lengkap disertai diferensial –
anemia makrositik, penurunan granulosit, monosit dan limfosit
2. Jumlah trombosit – menurun
3. Jumlah retikulosit – menurun
4. Aspirasi & biopsi sumsum tulang –
hiposelular
5. Elektroforesis hemoglobin – kadar hemoglobin
janin meningkat
6. Titer antigen sel darah merah – naik
7. Uji gula air – positif
8. Uji Ham – positif
9. Kadar folat dan B12 serum – normal atau
meningkat
10. Uji kerusakan kromosom – positif untuk anemia
Fanconi
Penatalaksanaan Medis
:
Pilihan utama pengobatan anemia
aplastik adalah tranplantasi sumsum tulang dengan donor saudara kandung, yang
antigen limfosit manusianya (HLA) sesuai. Imunoterapi dengan globulin anti
timosit (ATG) atau globulin anti limfosit (ALG) adalah terapi primer bagi anak
yang bukan calon untuk transplantasi sumsum tulang. Terapi penunjang mencakup
pemakaian antibiotik dan pemberian produk darah. Antibiotika dipakai untuk
mengatasi demam dan neutropenia, antibiotika profilaktif tidak diindikasikan
untuk anak yang asimptomatik. Produk darah yang dapat diberikan adalah sbb :
1. Trombosit – untuk mempertahankan jumlah
trombosit diatas 20.000/mm3. Pakai feresis trombosit donor tunggal
untuk menurunkan jumlah antigen limfosit manusia yang terpajan pada anak itu.
2. Packed red blood cells – untuk mempertahankan
kadar hemoglobin diatas g/dl (anemia kronik sering ditoleransi dengan baik)
untuk terapi jangka panjang pakai deferoksamin sebagai agens pengikat ion logam
untuk mencegah komplikasi kelebihan besi
3. Granulosit – ditransfusi ke pasien yang
menderita sepsis gram negatif
Pengkajian
Keperawatan :
1. Mengkaji tempat-tempat perdarahan dan gejala
perdarahan
2. Mengkaji tingkat aktivitas
3. Mengkaji tingkat perkembangan
Diagnosa Keperawatan
:
1. Risiko tinggi cedera
2. Risiko tinggi infeksi
3. Intoleransi aktivitas
4. Kelelahan
5. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Intervensi
Keperawatan :
1. Identifikasi dan laporkan tanda dan gejala
perdarahan
§
Tanda-tanda vital (denyut apex meningkat, nadi lemah dan cepat, TD
menurun)
§
Tempat perdarahan
§
Warna kulit (pucat) dan tanda-tanda diaforesis
§
Kelemahan
§
Penurunan tingkat kesadaran
§
Penurunan jumlah trombosit
2. Lindungi dari trauma
§
Jangan beri aspirin atau obat-obat NSAID
§
Hindari suntikan IM dan suppositoria
§
Beri obat kontrasepsi untuk mengurangi menstruasi berlebihan
§
Usahakan higiene mulut yang baik dengan sikat gigi lunak
3. Lindungi dari Infeksi
§
Hindari kontak dengan sumber infeksi potensial
§
Usahakan isolasi ketat (rujuk kebijakan dan prosedur RS)
4. Beri produk darah dan pantau respon anak
terhadap infus (setelah transplantasi sumsum tulang untuk menghindari
sensitisasi terhadap antigen transplantasi donor)
§
Observasi adanya efek samping atau respons yang merugikan
§
Observasi tanda-tanda kelebihan cairan
§
Pantau tanda-tanda vital sebelum pemasangan infus, pantau selama 15
menit selama jam pertama dan kemudian setiap jam setiap infus terpasang
5. Berikan periode istirahat yang lebih sering.
Berikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan toleransi aktivitas dan mencegah
kelelahan
6. Pantau respons terapeutik dan respon yang
merugikan terhadap pengobatan, pantau kerja dan efek samping obat
7. Siapkan anak dan keluarga untuk transplantasi
sumsum tulang
8. pantau tanda-tanda komlikasi trasplantasi
sumsum tulang
9. Berikan aktivitas pengalih dan rekreasi sesuai
usia
10. Berikan penjelasan sesuai usia sebelum
pelaksanaan prosedur
Hasil yang diharapkan
:
1. Anak berangsur-angsur mengalami peningkatan
jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan akhirnya trombosit
2. Infeksi yang terjadi pada anak semakin sedikit
3. Episode perdarahan pada anak minimal
4. Anak dan keluarga memahami perlunya perawatan
di rumah dan perawatan tindak lanjut.
b.
Anemia
Defisiensi Zat Besi
Definisi :
Merupakan anemia yang
paling umum, zat besi merupakan unsur yang diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin, karena itu defisiensi zat besi akan mempengaruhi jumlah hemoglobin
yang dapat diperoleh.
Etiologi :
Menurut
patogenesisnya anemia defisiensi besi dibagi menjadi :
1. Masukan kurang : MEP, defisiensi diet relatif
yang disertai pertumbuhan yang cepat
2. Absorbsi kurang : MEP, diare kronik, sindrom
malabsorbsi lainnya
3. Sintesis kurang : tranferin kurang
(hipotransferinemia kongenital)
4. Kebutuhan yang bertambah : infeksi, pertumbuhan
yang cepat
5. Pengeluaran yang bertambah karena
anchylostomiasis, amubiasis yang menahun, polip, hemolisis intravaskular kronis
yang menyebabkan hemosiderinemia.
Patofisiologi :
Anemia defisiensi zat
besi paling sering terjadi karena pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum
usia 4-6 bulan) dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau
ASI sebelum usia 1 tahun, dan minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan
padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal
yang berlebihan, atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi, juga
tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi
mengalami anemia defisiensi zat besi sebelum berusia 6 bulan. Anemia defisiensi
zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik. Pada bayi, hal
ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam
susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah
sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia
defisiensi zat besi. Pada remaja putri, anemia defisiensi zat besi juga dapat
terjadi karena menstruasi yang berlebihan.
Insidens :
1. 3% - 24% bayi berusia 6 - 24 bulan menderita
anemia defisiensi zat besi
2. 29% - 68% bayi berusia 6 – 24 bulan mengalami
defisiensi zat besi
3. Insidensi defisiensi zat besi dan anemia
defisiensi zat besi pada remaja putri adalah 11% - 17%
4. Puncak insidens anemia defisiensi zat besi
adalah antara 12 – 18 bulan
Manifestasi Klinik :
1. Konjunctiva pucat (hemoglobin 6 – 10 g/dl)
2. Telapak tangan pucat (Hb dibawah 8 g/dl)
3. Iritabilitas dan anorexia (Hb 5 g/dl atau lebih
rendah)
4. Takikardi, murmur sistolik
5. Pika
6. Lethargi, kebutuhan tidur meningkat
7. Kehilangan minat terhadap mainan atau aktivitas
bermain
Komplikasi :
1. Perkembangan otak buruk
2. daya konsentrasi menurun
3. Hasil uji perkembangan menurun
4. Kemampuan mengolah informasi yang didengar
menurun
Uji laboratorium dan
Diagnostik :
1. Kadar porfirin eritrosit bebas – meningkat
2. Konsentrasi besi serum – menurun
3. Saturasi transferin – menurun
4. Konsentrasi feritin serum – menurun
5. Hemoglobin – menurun
6. Rasio hemoglobin – porfirin eritrosit – lebih
dari 2,8 mg/g
adalah diagnostik untuk defisiensi besi.
7. Mean Corpuscle Volume (MCV) dan Mean Corpuscle
Hemoglobin Concentration (MCHC) – menurun, menyebabkan anemia hipokrom
mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat
8. Selama pengobatan, jumlah retikulosit –
meningkat dalam 3 –5 hari sesudah dimulainya terapi besi mengindikasikan respon
terapeutik yang positif
9. Dengan pengobatan, hemoglobin – kembali normal
dalam 4 – 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat
Penatalaksanaan Medis
:
Usaha pencegahan ditujukan pada
pengobatan dan intervensi. Pencegahan tersebut mencakup menganjurkan ibu untuk
memberikan ASI, makan makanan kaya zat besi dan, minum vitamin pranatal yang
mengandung besi. Terapi untuk mengatasi anemia zat besi terdiri dari program
pengobatan berikut : Zat besi diberikan per oral (PO) dalam dosis 2 – 3 mg per
kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama efektifnya (ferosulfat, ferofumarat,
ferosuksinat, feroglukonat). Vitamin C harus diberikan bersama zat besi
(vitamin C meningkatkan absorbsi besi). Zat besi paling baik diserap bila
iminum 1 jam sebelum makan. Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama
6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi
yang disuntikkan jarang dipakai kecuali terdapat penyakit malabsorbsi usus
halus.
Pengkajian
Keperawatan :
1. Kaji reaksi anak terhadap terapi besi
2. Kaji tingkat aktivitas anak
3. Kaji tingkat perkembangan anak
Diagnosa Keperawatan
:
1. Intolerans aktivitas
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
3. Keletihan
4. Risiko tinggi perubahan pertumbuhan dan
perkembangan
Intervensi
Keperawatan :
1. Pantau efek terapeutik dan efek yang tidak
diinginkan terhadap terapi zat besi pada anak
§
Efek samping dari terapi oral (perubahan warna gigi) jarang terjadi
§
Ajarkan tentang cara-cara mencegah perubahan warna gigi
-
minum preparat besi dengan air, sebaiknya dengan jus jeruk
-
berkumur setelah minum obat
§
Anjurkan untuk meningkatkan makanan berserat dan air untuk mengurangi
konstipasi dari zat besi
§
Untuk mengatasi konstipasi berat akibat zat besi, cobalah untuk
menurunkan dosis zat besi, tetapi memperpanjang lama pengobatan.
2. Ajarkan pada orangtua tentang asupan nutrisi
yang adekuat
§
Kurangi asupan susu pada anak
§
Tingkatkan asupan daging dan pengganti protein yang sesuai
§
Tambahkan padi-padian utuh dan sayur-sayuran hijau dalam diet
3. Dapatkan informasi tentang riwayat diet dan
prilaku makan
§
Kaji faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi besi nutrisi
psikososial, prilaku, dan nutrisional
§
Buat rencana bersama orangtua tentang pendekatan-pendekatan kebiasaan
makan yang dapat diterima
§
Rujuk ke ahli gizi untuk evaluasi dan terapi intensif
4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya, karena zat
besi dari ASI mudah untuk diserap
Hasil yang diharapkan
:
1. Warna kulit anak membaik
2. Pola tumbuh anak membaik
3. Tingkat aktivitas anak sesuai dengan usianya
4. Orangtua menunjukkan pemahamannya terhadap
aturan pengobatan di rumah (pemberian obat, makanan kaya zat besi yang sesuai)
c.
Anemia Sel Sabit
Definisi :
Anemia sel sabit
adalah anemia dimana kondisi eritrosit mengandung bentuk hemoglobin yang
abnormal (HbS) dengan rantai beta yang abnormal. Sebagai akibatnya mereka
mengambil bentuk aneh (bersabit) jika tekanan oksigen menurun..
Etiologi :
Kelainan bawaan
(kongenital) atau merupakan faktor yang didapat (acquired). Patofisiologi :
Defek dasar pada
penyakit ini adalah adalah gen autosom yang mutan yang mempengaruhi penggantian
valin dengan asam glutamat pada rantai hemoglobin. Sel darah merah pada pada
anemia ini berbentuk sabit dan memiliki kemampuan yang kurang dalam hal membawa
oksigen. Sel ini juga memiliki angka destruksi yang lebih besar dari sel darah
normal. Jangka hidupnya menurun hingga 16 sampai 20 hari. Sel sabit sangat
kaku, karena hemoglobinnya berbentuk gel, dehidrasi seluler, dan membrannya
yang tidak fleksibel. Sel-sel ini menyebabkan terperangkap dalam sirkulasi dan
membentuk lingkaran setan infark dan sickling yang progresif. Terdapat 3 jenis
krisis : (1) oklusi pembuluh darah (sangat nyeri); (2) sekuestrasi limpa; dan
(3) aplastik. Krisis sel sabit menurun frekuensinya sejalan dengan bertambahnya
usia. Mortalitas pada tahun-tahun pertama umumnya disebabkan oleh infeksi dan
krisis sekuestrasi.
Insidens :
1. Insidens penyakit sel sabit pada individu kulit
hitam diperkirakan 1 dari 400
2. Sifat sel sabit terdapat pada satu dari setiap
10 orang Amerika berkulit hitam
3. 25% kematian terjadi sebelum berusia 5 tahun
4. Dengan pengobatan baru, 85% orang dengan
gangguan ini dapat hidup sampai usia 20 tahun; 60%, diatas 50 tahun.`
Manifestasi Klinis :
1. Krisis oklusi pembuluh darah (krisis nyeri),
terjadi akibat iskemia pada jaringan distal dari oklusi
§
Iritabilitas
§
Muntah
§
Demam
§
Anorexia
§
Nyeri sendi
§
Daktilitis (sindrom kaki dan tangan) – rentang gerak berkurang dan
ekstremitas meradang
§
Ulkus kaki
§
Stroke
§
Perdarahan okuler
§
Retinopati proliferatif
§
Sindrom dada akut
2. Krisis sekuestrasi (umumnya terlihat pada
anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun), akibat seringnya terjadi infark
dari sel-sel sabit (diikuti atrofi limpa)
§
Pembesaran limpa yang cepat dan masif (splenomegali)
§
Penurunan kadar hemoglobin yang cepat
§
Pembesaran hati
§
Kolaps sirkulasi dan syok
§
Takikardia, dispnea, pucat dan kelemahan (umum)
3. Krisis aplastik, terjadi akibat destruksi yang
cepat terhadap sel darah merah, terutama selama infeksi saat mekanisme
kompensasinya mengalami depresi
§
Kelemahan
§
Membran mukosa pucat
§
Ikterus pada sklera
§
Anorexia
§
Kerentanan terhadap infeksi meningkat
§
Takikardia
§
Jumlah retikulosit menurun
Komplikasi :
1. Kurang tidur
2. Pubertas tertunda
3. Fertilitas terganggu
4. Priapismus
5. Batu empedu
6. Ulkus tungkai
7. Penyakit jantung, hati dan ginjal menahun
8. Osteomielitis
9. Depresi, isolasi, dan rendah diri
10. Enuresis
11. Risiko tinggi ketergantungan obat
12. Hubungan anak – orangtua tegang
13. Stroke
Uji Laboratorium dan
Diagnostik :
1. Elektroforesis hemoglobin, sebaiknya dilakukan
pada saat lahir terhadap semua bayi sebagai bagian dari skrinning bayi baru
lahir. Uji ini dapat menghitung persentase hemoglobin S yang ada
2. Darah atau sel fetus – uji ini memungkinkan
penetapan diagnosis prenatal antara kehamilan minggu ke 9 dan 11
Penatalaksanaan Medis
:
Meskipun
sampai saat ini belum ditemukan obat untuk anemia sel sabit, tetapi
penatalaksanaan medis yang dilakukan dapat mengurangi terjadinya krisis.
Pemberian penicillin profilaktik untuk mencegah septikemia hendaknya dilakukan
pada periode baru lahir. Imunisasi tambahan yang diperlukan adalah (1) vaksin
pneumokokus saat berusia 2 tahun, dengan booster saat anak berusia 4 sampai 5
tahun dan (2) vaksin influensa
Program hipertransfusi bagia anak
dengan riwayat stroke, penyakit paru progresif dan mungkin juga krisis
vasooklusif berat (kontroversial), adalah pengobatan yang kini diberikan.
Kelebihan besi menyebabkan besi tersebut mengendap pada organ-organ dengan
komlikasi sebagai berikut : kardiomiopati, sirosis, diabetes tergantung
insulin, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, pertumbuhan yang tertunda, dan
perkembangan seks yang juga tertunda. Deferoksamin (Desferal) yang diberikan
melalui subkutan atau transfusi, mengkelasi besi sehingga dapat dikeluarkan
bersama urin atau empedu untuk membantu mengurangi komplikasi tersebut.
Analgesik dipakai untuk mengendalikan
nyeri selama masa krisis. Antibiotik dapat dipakai, karena infeksi dapat memicu
terjadinya krisis.
Pengkajian
Keperawatan :
1. Kaji sistem kardiovaskulernya (nadi, thorax,
tampilan umum, kulit dan edema)
2. Kaji sistem respirasinya ( bernapas, hasil
auskultasi thorax, bentuk dan lingkar dada, tampiln umum)
3. Kaji tingkat nyeri anak
Diagnosa Keperawatan
:
1. Perubahan perfusi jaringan : ginjal, serebrum,
dan perifer
2. Nyeri
3. Risiko tinggi keletihan
4. Risiko tinggi infeksi
5. Risiko tinggi kelebihan volume cairan
6. Risiko tinggi cedera
7. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
8. Risiko tinggi koping keluarga tidak efektif :
menurun
9. Risiko tinggi koping individu tidak efektif :
menurun
10. Risiko tinggi penatalaksanaan program
terapeutik tidak efektif
Intervensi
Keperawatan :
1. Cegah atau minimalkan efek dari krisis sel
sabit :
§
Sadari bahwa pengkajian dan penanganan dini adalah kunci pencegahan dan
intervensi episode krisis
§
Hindari dingin dan vasokonstriksi selama episode nyeri, dingin dapat
meningkatkan sickling
§
Berikan dan tingkatkan hidrasi (satu setengah sampai 2 kali didrasi
rumatan)
(1) pertahankan dengan ketat asupan dan keluaran
(2) kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
§
tingkatkan oksigenasi jaringan : pantau adanya tanda-tanda hipoksia –
sianosis; hiperventilasi; peningkatan denyut apeks; frekuensi napas dan tekanan
darah; dan konfusi mental
2. Berikan periode istirahat yang sering untuk
mengurangi pemakaian oksigen
3. Pantau penggunaan alat oksigen
4. Berikan dan pantau penggunaan produk darah dan
terapi kelasi; kaji tanda-tanda reaksi transfusi demam, gelisah, disritmia
jantung, menggigil, mual dan muntah, nyeri dada, urin merah atau hitam, sakit
kepala, nyeri pinggang, dan tanda-tanda syok atau gagal ginjal
5. Pantau adanya tanda-tanda kelebihan cairan
sirkulasi (overload)-dispnea, naiknya frekuensi pernapasan, sianosis, nyeri
dada, dan batuk kering
6. Hilangkan atau minimalkan nyeri :
§
Panas lembab untuk 24 jam pertama
§
Whirpool atau walking tank, terutama jika terjadi pembengkakan
§
Latihan terapeutik
§
Pemberian anlgesik sesuai instruksi, berdasarkan pengkajian nyeri
§
Penggunaan metoda nonfarmakologik seperti imajinasi terbimbing
7. Cegah infeksi
§
Kaji adanya tanda-tanda infeksi – demam, malaise atau iritabilitas,
serta jaringan lunak dan limfonodus yang meradang dan bengkak
§
Sadari bahwa anak terutama rentan terhadap sepsis pneumokokus dan
pneumonia (anak kurang dari 3 sampai 4 tahun) dan osteomielitis salmonela
8. Pantau adanya tanda-tanda komplikasi :
§
Kolaps vaskuler dan syok
§
Splenomegali
§
Infark tulang dan persendian
§
Ulkus tungkai
§
Stroke
§
Kebutaan
§
Nyeri dada atau dispnea
§
Pertumbuhan dan perkembangan yang tertunda
9. Beri penjelasan pada anak sesuai usia tentang
perawatan di rumah sakit dan prosedur/tindakan
10. Beri dukungan emosional pada anak dan keluarga
:
§
Dorong agar anak melakukan aktivitas normal
§
Dorong anak agar bekerjasama dengan anak-anak dan keluarga lain yang
juga menderita anemia sel sabit
11. Anjurkan orang tua untuk melakukan skrining
anggota keluarganya
§
Skrining bayi baru lahir untuk hemoglobinopati
(1) identifikasi saat lahir memungkinan profilaksis
dini terhadap infeksi
(2) pemakaian penicilin profilaktik dianjurkan
untuk dimulai pada periode bayi baru lahir (berusia 4 bulan)
§
Skrining saudara kandung terhadap penyakit dan pembawa sifat sel sabit
Hasil Yang Diharapkan
:
1. Anak dan keluarga memahami pentingnya
pemeriksaan tindak lanjut dan kapan harus meminta bantuan medis
2. Krisis oklusi pembuluh, sekuestrasi dan
aplastik yang dialami anak minimal
3. Keluarga mencari konseling genetik bagi anak
lainnya
B.
Leukemia
Definisi :
Leukimia dalah
proliferasi sel darah putih yang masih immatur dalam jaringan pembentuk darah
Etiologi :
Penyebab yang pasti
belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya leukemia, yaitu :
§
Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukemia – lymphoma virus / HTLV)
§
Radiasi
§
Obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogenik sperti
diethylstilbestrol
§
Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
§
Kelainan kromosom, misalnya pada Down Syndrome
Patofisologi :
Leukemia diduga mulai
sebagai suatu proliferasi lokal dari sel neoplastik, timbul dalam sumsum tulang
dan limfe noduli (dimana limfosit terutama dibentuk) atau dalam lien, hepar dan
tymus. Sel neoplastik ini kemudian disebarkan melalui aliran darah untuk
kemudian tersangkut dalam jaringan pembentuk darah dimana mereka melanjutkan
aktivitas proliferatif, menginfiltrasi banyak jaringan tubuh, misalnya tulang
dan ginjal. Gambaran darah memperlihatkan sel yang imatur. Hal ini seringkali
limfosit dan kadang-kadang mieloblast. Hitung sel normal 8000 – 11000/mm3.
§
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan paltelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia
§
Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh dannmudah mengalami infeksi
§
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan
infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme.
Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit,
faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan
§
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe dan nodus limfe dan nyeri persendian
Insidens
:
ALL
(Acute Lymphoid, lymphocitic Leukemia)
1. Leukemia dalah jenis kanker anak yang paling
umum terjadi; ALL bertanggung jawab untuk 80% kasus leukemia pada anak
2. Insidensi paling tinggi terjadi pada anak yang
berusia antara 3 – 5 tahun
3. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih
baik daripada anak laki-laki
4. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi
yang lebih sedikit dan angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang
juga lebih rendah
ANLL
(Acute Non Lymphoid Leukemia)
1. Tidak ada usia insidens puncak
2. ANLL mencakup 15% - 25% kasus leukemia pada
anak
3. Risiko terkena penyakit ini meningkat pada anak
yang mempunyai kelainan kromosom bawaan seperti down sindrom
4. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi
remisi (angka remisi 70%)
5. Remisinya lebih singkat daripada anak-anak
dengan ALL
6. 50% anak yang mengalami pencangkokan sumsum
tulang memiliki remisi berkepanjangan
Manifestasi
Klinis :
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Petechiae, memar tanpa sebab
6. Nyeri pada tulang dan sendi
7. Nyeri abdomen
8. Lymphedenopathy
9. Hepatoslenomegaly
10. Abnormal WBC
Komplikasi
:
1. Sepsis
2. Perdarahan
3. Gagal organ
4. Iron Deficiency Anemia (IDA)
5. Kematian
Uji
Laboratorium dan Diagnostik :
1. Pemeriksaan darah tepi : terdapat lekosit
imatur
2. Aspirasi sumsum tulang (BMP) : hiperseluler
terutama banyak terdapat sel muda
3. Biopsi sumsum tulang
4. Lumbal punksi untuk mengetahui apakah sistem
saraf pusat terinfiltrasi
Penatalaksanaan
Medis :
§
Pelaksanaan kemoterapi
§
Irradiasi kranial
Terdapat
3 fase pelaksanaan kemoterapi :
§
Fase induksi : dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada
fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan
L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5 %
§
Fase profilaksis sistem saraf pusat : pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocortison melalui intrathecal untuk mencegah
invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat
§
Konsolidasi : pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakuakn pemeriksaan darah
lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi
supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.
Pengkajian
Keperawatan :
1. Riwayat penyakit
2. Kaji adaya tanda-tanda anemia : pucat,
kelemahan, sesak, napas cepat
3. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam,
infeksi
4. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
petechiae, purpura perdarahan membran mukosa; kaji adanya tanda-tanda invasi
ekstra medula : limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
5. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria,
hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal dan nyeri.
Diagnosa
Keperawatan :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya
sistem pertahanan tubuh
2. Risiko injury; perdarahan berhubungan dengan
perubahan faktor pembekuan
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan
dengan mual dan muntah
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan cancer cahexia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pemberian pemberian kemoterapi, radioterapi
6. Nyeri berhubungan dengan dilakukannya
pemeriksaan diagnostik, efek fisiologis neoplasma
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
memiliki anak dengan kondisi yang mengancam kehidupan
8. Berduka berhubungan dengan kehilangan
aktual/potensial
Intervensi
Keperawatan :
1. Mencegah risiko infeksi
§
Tempatkan anak dalam ruangan khusus untuk meminimalkan terpaparnya anak
dari sumber infeksi
§
Anjurkan pengunjung atau staf melakukan tehnik mencuci tangan yang baik
§
Gunakan tehnik aseptik untuk seluruh prosedur invasif
§
Monitor tanda-tanda vital anak
§
Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, masalah gigi
§
Hindari penggunaan temperatur rectal, supositoria atau enema
§
Berikan waktu yang sesuai antara aktivitas dan istirahat
§
Berikan diet nutrisi secara lengkap
§
Berikan vaksinasi dari virus yang tidak diaktifkan (misalnya varicella,
polio salk, influenza)
§
Monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukkan anak memiliki risiko
yang besar untuk terkena infeksi
§
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
2. Mencegah risiko injury; perdarahan
§
Evaluasi kulit dan membran mukosa setiap hari
§
Laporkan setiap tanda-tanda terjadi perdarahan (tekanan darah menurun,
denyut nadi cepat, pucat diaforesis, meningkatnya kecemasan)
§
Periksa setiap urin atau tinja terhadap adanya tanda-tanda perdarahan
§
Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
§
Gunakan sikat gigi yang lembut atau lunak dan oral hygiene
§
Hindari untuk pemberian aspirin
§
Lakukan pemeriksaan darah secara teratur
§
Kaji adanya tanda-tanda terlibatnya sistem saraf pusat (sakit kepala,
penglihatan kabur)
3. Mencegah risiko kurangnya volume cairan
§
Berikan antiemetik awal sebelum dilakukan kemoterapi
§
Berikan antiemetik seara beraturan pada waktu program kemoterapi
§
Kaji respon anak terhadap antiemetik
§
Hindari memberikan makanan yang memiliki aroma yang merangsang mual
atau muntah
§
Anjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering
§
Kolaborasi untuk pemberian cairan infus untuk mempertahankan hidrasi
4. Memberikan nutrisi yang adekuat
§
Berikan dorongan pada orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
§
Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi padasaat selera makan anaka
meningkat
§
Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
§
Ijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
5. Mencegah kerusakan integritas kulit
§
Kaji secra dini tanda-tanda kerusakan integritas kulit
§
Berikan perawatan kulit khususnya daerah perianal dan mulut
§
Ganti posisi dengan sering
§
Anjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat
6. Mencegah atau mengurangi nyeri
§
Kaji tingkat nyeri dengan skala nyeri
§
Kaji adanya kebutuhan klien untuk mengurangi rasa nyeri
§
Evaluasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri dengan melihat
derajat kesadaran dan sedasi
§
Berikan tehnik mengurangi rasa nyeri nonfarmakologi
§
Berikan pengobatan anti nyeri secara teratur untuk mencegah timbulnya
nyeri berulang
7. Meningkatkan peran keluarga :
§
Jelaskan laasan dilakukannya setiap tindakan
§
Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada
§
Jelaskan orang tua tentang proses penyakit
§
Jelaskan seluruh tindakan yang dapat dilakukan oleh anak
§
Jadualkan waktu bagi keluarga dan anak bersama-sama tanpa diganggu oleh
staf RS
§
Dorong keluarga untuk mengekspresikan perasaannya sebelum anak
didiagnosis menderita keganasan dan prognosis anak buruk
§
Diskusikan dengan keluarga bagaimana mereka akan mengatakan kepada anak
tentang pengobatan anak dan kemungkinan terapi tambahan
8. Antisipasi berduka
§
Kaji tahapan berduka pada anak/keluarga
§
Berikan dukungan pada respon adaptif yang diberikan klien, ubah respon
maladaptif
§
Luangkan waktu bersama anak untuk memberikan dukungan pada anak agar mengekspresikan perasaannya atau
ketakutannya
§
Fasilitasi anak untuk mengekspresikan perasaannya melalui bermain
Hasil
yang diharapkan :
1. Anak mencapai remisi
2. Anak bebas dari komplikasi penyakit
3. Anak dan keluarga mempelajari tentang koping
yang efektif untuk menghadapi hidup dan penatalaksanaan penyakit tersebut
C.
Thalasemia
Definisi :
Thalasemia adalah
suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai
globin pada hemoglobin terutama rantai beta, kendatipn dapat mempengaruhi juga
rantai alfa. Kondisi ini dapat homozigot (talasemia rantai alfa) yang ketal in
utero, menyebabkan hidrops fetalis, atau heterozigot (talasemia rantai beta)
yang secara relatif merupakan kondisi jinak.
Etiologi :
Faktor genetik
Patofisiologi :
§
Normal Hb adalah terdiri dari Hb-A dengan 2 polipeptida rantai alfa dan
2 rantai beta
§
Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa
oksigen
§
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
desintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis
§
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin
intra-eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil – badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis
§
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar
menjadi eritropoetik yang aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Manifestasi Klinis :
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anorexia
5. Sesak napas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago
9. Dysritmia
Komplikasi :
1. Fraktur patologi
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan tumbuh kembang
4. Disfungsi organ
Uji Laboratorium dan
Diagnostik :
1. Studi hematologi : terdapat perubahan-perubahan
pada sel darah merah yaitu mikrositosis, hipokromia, anisositosis,
poikilositosis, sel target eritrosit yang imatur, penurunan hemoglobin dalam
hematokrit
2. Elektroforesis hemoglobin : peningkatan
hemoglobin F dan A2
Penatalaksanaan Medis
:
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl.
Komplikasi dan pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadi penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal)
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi
penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi)
Pengkajian
Keperawatan :
1. Pengkajian Fisik :
§
Riwayat keperawatan
§
Kaji adanya tanda-tanda anemia (pucat, lemah, sesak, napas cepat,
hipoxia kronik, nyeri tulang dan dada, menurunnya aktivitas, anorexia),
epistaksis berulang
2. Pengkajian Psikososial
§
Anak : usia, tugas perkembangan psikososial (Erikson), kemampuan
beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan)
§
Keluarga : respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga,
penyesuaian keluarga terhadap stress
Diagnosa Keperawatan
:
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat
nutrisi ke sel
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak
seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya selera makan
4. Tidak efektif koping keluarga berhubungan
dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga
Intervensi :
1. Perfusi jaringan adekuat
§
Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran
mukosa
§
Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
§
Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri
§
Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan atau gelisah
§
Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin
§
Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh
§
Memberikan oksigen sesuai kebutuhan
2. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
§
Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi
fisik dan tugas perkembangan anak
§
Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan
mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut
jantung, peningkatan tekanan darah atau nafas cepat)
§
Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti
melakukan aktivitas jika terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung,
peningkatan tekanan darah, napas cepat, pusing atau kelelahan
§
Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari
sesuai kemampuan anak
§
Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap
partisipasi anak di rumah
§
Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan
tim kesehatan lain
§
Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan
anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan melakukan aktivitas secara
berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
§
Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat
§
Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi
§
Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
§
Mengevaluasi berat badan anak setiap hari
4. Keluarga akan mengatasi dan dapat mengendalikan
stress yang terjadi pada keluarga
§
Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai
realita yang ada
§
Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan
penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak
§
Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan
realistis terhadap anak
§
Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di
masyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk membentu proses penyesuaian
keluarga terhadap penyakit anak
Hasil
yang diharapkan :
1. Anak menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan
yang adekuat
2. Anak akan toleran terhadap aktivitas
3. Anak akan menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya
kebutuhan nutrisi
4. Keluarga dapat mengatasi dan mengendalikan
stress
D.
Demam
Berdarah Dengue (DHF)
Definisi :
Demam berdarah Dengue
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk
ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Etiologi :
Virus dengue sejenis
arbovirus
Patofisiologi :
§
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus – antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, 2 peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu
§
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan
faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF
§
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan terjadi secara akut
§
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
endotel pembuluh darah. Dan dengan hilangnya
plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi
anorexia jaringan, asidosis metabolik dan kematian
Klasifikasi
DBD :
§
Derajat I : demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan,
uji tourniket positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi
§
Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain
§
Derajat III : kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah, hipotensi,
kulit dingin, lembab, gelisah
§
Derajat IV : renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat
diukur
Manifestasi
Klinis :
§
Demam tinggi selama 5 – 7 hari
§
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit; petechie, echimosis,
hematoma
§
Epistaksis, hematemesis, melena, hematuri
§
Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
§
Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati
§
Sakit kepala
§
Pembengkakan sekitar mata
§
Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening
§
Tanda-tanda renjatan (cyanosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari 2 detik, nadi cepat dan lemah)
Uji
Laboratorium dan Diagnostik :
§
Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih),
trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
§
Serologi : uji HI (hemaaglutination inhibition test)
§
Rontgen thorax : efusi pleura
Penatalaksanaan
Medis :
§
Minum banyak 1,5 – 2 liter/24 jam dengan air the, gula, atau susu
§
Antipiretik jika terdapat demam
§
Antikonvulsan jika terdapat kejang
§
Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami
kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat
Pengkajian
Keperawatan :
§
Kaji riwayat keperawatan
§
Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda-tanda perdarahan, mual,
muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda
renjatan (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab
terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran)
Diagnosa
Keperawatan :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah, dan demam
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan perdarahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
kondisi anak
5. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
virus
Intervensi
Keperawatan :
1. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan :
§
Mengobservasi tanda-tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
§
Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak
elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun
§
Mengobservasi dan mencatat intake dan output
§
Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
§
Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urin, serum albumin
§
Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
§
Mempertahankan intake dan output yang adekuat
§
Memonitor dan mencatat berat badan
§
Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
§
Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (IWL)
2. Perfusi jaringan adekuat
§
Mengkaji dan mencatat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi denyut
nadi, tekanan darah, capillary refill)
§
Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban, dan
warna)
§
Menilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas
seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki
3. Kebutuhan nutrisi adekuat
§
Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat
§
Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi
§
Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan tehnik
porsi kecil tetapi sering
§
Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan skala yang
sama
§
Mempertahankan kebersihan mulut pasien
§
Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit
4. Mensupport koping keluarga adaptif
§
Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap
situasi yang penuh stress
§
Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang
lebar dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga
§
Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar
keberhasilannya dalam mengatasi keadaan
§
Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat
anak/keluarga menjadi lebih baik, dan jika memungkinkan memberikan apa yang
diminta oleh keluarga
§
Memenuhi kebutuhan dasar anak; jika anak sangat tergantung dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang tidak
terlalu lama kemudian secara bertahap meningkatkan kemandirian anak dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya
5. Mempertahankan suhu tubuh normal
§
Ukur tanda-tanda vital : suhu
§
Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu
§
Lakukan tepid sponge (seka) dengan air biasa
§
Tingkatkan intake cairan
§
Berikan terapi untuk menurunkan suhu
Hasil
yang diharapkan :
1. Anak dapat menunjukkan tanda terpenuhinya
kebutuhan cairan
2. Anak dapat menunjukkan tanda perfusi jaringan perifer
yang adekuat
3. Anak menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat
4. Keluarga menunjukkan koping yang adaptif
5. Anak menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas
normal
Betz L. Cecily, Sowden A. Linda, 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatri. Edisi 3.
EGC :
Jakarta
Suriadi, Yuliani. Rita, 2001. Asuhan Keperawatan Pada
Anak. Edisi 1. EGC : Jakarta
Sacharin, M. Rosa, 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik.
Edisi 2. EGC : Jakarta
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan keempat. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fak. Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar