Senin, 27 Agustus 2012
Anak dengan Leukemia
Anak dengan Leukemia
A. Definisi
Leukemia
adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum
tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen
sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus
limfatikus. Terjadi invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus
gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia
limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong akut
bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang.
Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang
disertai dengan penyebaran organ-organ lain. Leukemia tergolong kronis bila
ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain
akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia yang ditemukan
pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.
B. Etiologi
Penyebab
LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus (virus
onkogenik).
Faktor lain
yang berperan antara lain:
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar
radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus
dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan
kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau
kembar satu telur).
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu
menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukimia-lymphoma
virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja,
prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti
benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat
karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar
satu telur
6. Kelainan kromosom
Jika penyebab leukimia
disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia
jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen manusia.
Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat
tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan
tubuh(antigen jaringan). Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah
HL-A (human leucocyte locus
A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika
sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat
diabaikan.
C. Patofisiologi
Leukemia
merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan
karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang.
Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah
yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat
dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari
sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah
leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel
yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang
dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler
diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi
untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
D. Klasifikasi Leukimia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA
mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid;
monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK
juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak sel
normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang
menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA
tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa
gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang
luar biasa, limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK
merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi
klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat
pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA
dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak,
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun,
setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal.
E. Tanda dan Gejala
1. Anemia
Disebabkan
karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang
memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi
hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang
menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan
karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan
tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh
tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda
perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi,
hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia.
Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan
karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. Gambaran Klinis
Gejala
yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan disertai
splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Perdarahan
dapat didiagnosa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dsb.
Gejala
yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahartikan
sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi
sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura,
kejang pada leukemia serebral.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang
kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast
(menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan
sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel
limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan
biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp
cell.
70
– 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom
yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia
atau Ph 1).
50
– 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut
(LMA) mempunyai kelainan berupa:
- Kelainan jumlah kromosom seperti
diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada
kasus dengan jumlah kromosom yang diploid (2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian
kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker kromosom yaitu elemen
yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat
besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui
jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil
darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga
diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron
akan terlihat adanya sel patologis.
H. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan
terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan
tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat
(Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat
dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi
trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis
untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama
ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung
pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat
yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi).
Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel
blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat
mengurangi gejala-gajala yang tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan
secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal
ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan)
dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
3 fase Pelaksanaan
Kemoterapi:
1. Fase Induksi
Dimulai
4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada
fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui
intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
3. Konsolidasi
Pada
fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.
o Pengobatan imunologik
Bertujuan
untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat
sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.
I. Asuhan Keperawata
Diagnosa
Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan
volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan berlebihan: muntah,
perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan
kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.
Tujuan:
volume
cairan terpenuhi
Kriteria
hasil:
- Volume cairan adekuat
- Mukosa lembab
- Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg,
nadi 100x/menit, RR 20x/menit
- Nadi teraba
- Pengeluaran urin 30 ml/jam
- Kapileri refill <2 detik="detik" span="span">2>
Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian
kapiler dan kondisi membran mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk
petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau
samar pada feses dan urin, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
g. Implementasikan tindakan untuk
mencegah cidera jaringan/perdarahan
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci
mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet makanan halus
j. Kolaborasi:
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium:
trombosit, Hb/Ht, pembekuan
- Berikan SDM, trombosit, faktor
pembekuan
- Pertahankan alat akses vaskuler
sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
- Berikan obat sesuai indikasi:
allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium bikarbonat, pelunak feses.
2. Nyeri b.d agen cidera
fisik
Tujuan:
nyeri
teratasi
Kriteria
hasil:
- Pasien menyatakan nyeri hilang atau
terkontrol
- Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
- Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
perubahan pada derajat nyeri (gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petujuk
non-verbal misal tegangan otot, gelisah
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi
rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan klien pada posisi nyaman
dan ganjal sendi, ekstremitas dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu
latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan,
kompres dingin dan dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi
kenyamanan klien
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping
klien
i. Dorong menggunakan teknik manajemen
nyeri. Contoh: latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik
relaksasi.
k. Kolaborasi:
- Awasi kadar asam urat, berikan obat
sesuai indikasi: analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin,
hidromorfin), agen ansietas (diazepam, lorazepam)
3. Risiko tinggi infeksi b.d
menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder (gangguan pematangan SDP,
peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang)
Tujuan:
klien
bebas dari infeksi
Kriteria
hasil:
- Keadaan temperatur normal
- Hasil kultur negatif
- Peningkatan penyembuhan
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi
pengunjung sesuai indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan
pengunjung
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan
antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan
dengan takikardia, hipotensi, perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan,
berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas
dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan
gemericik, ronchi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh
peningkatan sputum atau sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan,
area eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut.
Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan
jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung
darah lengkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada
neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
Kaji
ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari antipiretik yang
mengandung aspirin, berikan diet rendah bakteri, misal makanan dimasak.
4. Risiko terjadi perdarahan
b.d trombositopenia
Tujuan:
klien
bebas dari gejala perdarahan
Kriteria
hasil:
- TD 90/60 mmHg
- Nadi 100x/menit
- Ekskresi dan sekresi negatif terhadap
darah
- Ht 40-54%(laki-laki),
37-47%(perempuan)
- Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah
50.000/ml, risiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda
perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan
perawat bila ada rembesan darah dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin,
feses, muntahan, dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan
bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk
mencegah trauma
g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan
sikat gigi halus atau pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan umum
Tujuan:
klien
mampu menoleransi aktivitas
Kriteria
hasil:
- Peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur
- Berpartisipasi dalam aktivitas
sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
- Menunjukkan penurunan tanda
fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan, dan TD dalam batas normal
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan,
perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas. Berikan
lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan
energi. Contoh: lebih baik duduk daripada berdiri.
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi.
Jaga kebersihan mulut. Berikan antiemetik sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.
J. Bibliografi
Behrman,
Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu
Kesehatan Anak. EGC
Ngastiyah.
1997. Perawatan Anak Sakit.
EGC
Nursalam,
dkk. 2005. Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Merdeka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar